Berita

Pojokan 136, Sudut Pandang

BY Humas . 30 Januari 2023 - 12:02

Jakarta;- Sudut Pandang itu layaknya kerlip lampu senter. Tak menerangi semua, namun juga tak menggelapi sebagian. Sudut pandang sinar senter, dituntun untuk menerangi apa yang dicari. Bukan untuk melihat semua. Bisa jadi karena ke tak-mampuan kerlip senter menerangi semua. Ada keterbatasan. Bisa jadi setiap sudut pandang menerangi apa yang dimau atau apa yang diketahui. Sementara ada banyak sudut yang tak diketahui dan tak terterangi.

Tak selalu merasa hanya diri yang punya sudut pandang, itu penting. Sebab kesediaan untuk berbagi sudut pandang akan menjadikan terteranginya cara pandang. Menjadikan seseorang tak gelap hati. Kata hati yang memberi makna dalam hidup. Hidup yang bermakna adalah pada apa yang tahu dan pandai menerima dan memberi pada segala. Maka berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan. Maka pantas disebutkan oleh Pramoedya Ananta Toer, dalam Bumi Manusia,” Kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati”.   

Sering kali, cara pandang kita memaksakan pada segala kehidupan. Segala yang menjadikan warna itu berbeda menjadi satu warna. Tak ada sekelumit untuk cara pandang lain. Menjadikan bebal pikir dan nurani. Menghilangkan lembutnya kemanusiaan. Menguatkan prasangka dan stigma. Melebeli yang tak sama dalam label tak patut. Lampu senter yang menjadi sudut pandang tak harus merasa paling terang. Sebab bisa jadi ada lampu yang lebih besar menerangi.

Bertemunya sudut pandang dijembatani kerelaan untuk berdialog. Berdialog dengan menanggalkan ego dan mencari titik temu. Titik temu yang menyatukan cara pandang, beranjak dari sudut pandang. Pertemuan antar sudut pandang, menguati apa yang menjadi titik temu. Menguati bila didasari kerelaan untuk membuka pikir dan nurani.

Acap kali, kita memerkosa sudut pandang orang lain bahkan Al-Hadi. Menggagahi ke-Maha-an Pemilik Nur yang menerangi hati dan jiwa serta pikir. Seolah sudut pandang kepentingan itu harus dituruti. Padahal yang Maha Nur lebih tahu apa yang terbaik untuk mu di tempat gelap dan atau terang. Untungnya, Dia tak pernah protes seperti kita, pada sekelumit apa yang diterangi oleh sudut pandang. Padahal cara pandang yang tak hingga dan maha luas adalah cara pandang sang Pemberi Terang. Al- Hadi, wahai, pemberi terang petunjuk. Kadang kita luput untuk memahami cara pandang Sang Pemberi Terang. Karena memang tak sampai kita untuk memahami-Nya.

Luput, diluputi keinginan dan ambisi. Memaksa untuk diiikuti, pada siapun, pada apapun. Menjadikan kerasnya hati dan nurani. Menambatkan kelembutan pada gilasan nafsu syahwat. Di balik sudut pandang, mengintip kegelapana pikir dan juga cahaya. Bergantung ketebalan kepentingan dan kerendahan hati menerima terang dari sudut pandang lian.

Oleh; Kang Marbawi, (27/01/23)